Jumat, 07 Oktober 2011

dikotonomi klise


saya selalu sulit ketika harus membuat pilihan bahwa saya harus mencoba berhenti . Berhenti untuk terus tidak menyakiti diri sendiri, logika saya selalu mengumpat tatkala hati mulai tak mau ikut dengan segala kecaman-kecaman yang ditenggarai oleh logika. Logika seakan murka, merasa diinjak-injak harga diirinya oleh perasaan yang semena-mena. Hal ini entah terjadi kepada saya saja atau semua manusia ? entahlah.
Yang jelas semua orang susah untuk tidak tunduk kepada perasaan yang tingkahnya seenak udelnya.
Ketika logika menjadi pilihan yang entah keberapa dan dikesampingikan oleh segala macam rasa. Banyak yang bilang “ ikutilah kata hatimu, karena ia tak akan pernah salah”
Entah ini klise pemanis yang diumbar para pujangga atau memang benar realita.
Tapi apa itu tetap sebuah pembenaran apabila yang kalian rasakan sebuah kesakitan ? sakit hati, dan sulit mengakhiri. Semacam disiksa rasa sayang  yang hari demi hari kau sirami dengan penuh kesabaran untuk menanti tumbuhnya bunga kebahagiaan.
Tapi, kenyataan seringkali tak seindah dengan apa yang diharapkan.
Bunga kebahagian yang kau harapkan dapat tumbuh dengan mekar, seringkali layu sebelum berkembang. Entah karna kurang teratur kau sirami, kurang diberi pupuk atau digerogoti oleh hama atau cuaca yang tak mendukung sehingga bunga kebahagian yang kau harapkan tumbuh subur , tak berkembang dengan indah, malahan lama kelamaan layu kemudian mati.

Pupus lah keindahan yang berhari-hari kau nanti.
Begitu juga dengan saya. Dengan hati dan perasaan saya.
Logika terus mendoktrik dan memaksa hati untuk tunduk pada nya. Jaminan nya kebenaran, karna logika yakin dia dapat menjamin sesuatu itu sebuah kebenaran yang konkrit dan nyata. Tidak seperti perasaan yang penuh dengan keabsurdan dan fiktif belaka.
Semacam terjadi pertempuran sengit diantara keduanya….ya saya memang tidak objektif dan seringkali menomorsatu-kan perasaan diatas segala-galanya. Meng-anak tirikan logika.  Menjadikan logika bukan sebagai sebuah pilihan, padahal ia selalu siap untuk membantu saya bangkit kapan saja. Menguatkan hati saya, tidak seperti perasaan yang cengeng dan kemudian pergi lari menyelamatkan dirinya sendiri. Meningglkan saya yang tidak tau entah akan mulai dari mana untuk bangkit berdiri. Tidak seperti logika yang selalu setia mengingatkan walau kadang tak jarang ia mentertawakan kebodohan yang berulang-ulang kali saya lakukan J
Tapi iya tetap setia, setia mengingatkan, setia menemani , setia membantu saya untuk bangkit dan berdiri.
Dan kini segala rasa kekecewaan saya coba kubur dalam-dalam , segala pengharapan saya coba ikhlaskan untuk menjadi bingkai kehidupan, dan segala rasa rindu agr dapat tak bulan-bulanan kepiluan. Biarlah rindu berlalu seiring berjalannya waktu.  Biarlah rasa sayang yang belum seberapa ini makin lama makin berkurang lalu kemudian menghilang. Begitu paksa logika .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar